Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu) - Nanang Martono
KEKERASAN YANG TERSEMBUNYI
Judul buku : Kekerasan Simbolik di
Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu)
Penulis :
Nanang Martono
Jumlah halaman
: xxviii + 240
Selama ini
kita hanya mengetahui kekerasan hanya sebagai tindakan menyakiti fisik
seseorang. Kita jarang memperhatikan sebenanrnya terdapat kekerasan-kekerasan
lain yang sebenarnya sering terjadi di sekitar kita. Ada kekerasan verbal, non
verbal, psikis, dan lain sebaginya. Semua kekerasan itu sifatnya mudah diamati
dan dengan mudah dapat dikenali. Akan tetapi taukah kamu bahwa ternyata ada
kekerasan tersembunyi yang sifat dan bentuknya tidak banyak diketahui orang,
padahal kekerasan ini sering terjadi di sekitar kita lho. Bahkan sering terjadi
di lingkungan sekolah tempat belajar kita sehari-hari
Kekerasan itu
bernama kekerasan simbolik. Bentuk kekerasan ini dikemukakan oleh tokoh sosiologi
bernama Pierre Bourdieu. Ia mengungkapkan bahwa kekerasan ini digunakan oleh
kelompok elit atau kelompok dominan untuk memaksa ideologi, budaya, kebiasaan,
atau gaya hidup kepada kelompok lain yang terdominasi. Rangkaian budaya ini
oleh bourdieu disebut sebagai habitus. Menurut Martono dalam bukunya berjudul "kekerasan simbolik di sekolah", pemaksaan habitus ini dapat kita
temui sehari-hari, salah satunya ketika
kita dipaksa (diwajibkan) untuk memakai seragam, sepatu serta berbagai atribut
dan cara berpakaian kelompok kelas atas yang harus diikuti dan dilakukan oleh
kelompok kelas bawah.
Kekerasan ini
adalah bentuk upaya dari kelas dominan untuk melanggengkan kekuasannya, dan
mereka selalu berupaya agar aksinya tidak mudah untuk dikenali. Mereka melakukan
mekanisme kekerasan ini secara perlahan namun pasti, sehingga kelas terdominasi
tidak sadar bahwa dirinya menjadi obyek kekerasan.
Lebih jauh
lagi Martono mengungkapkan bahwa selain kewajiban menggunakan sragam dan segala
atribut yang telah ditentukan terdapat
berbagai kekerasan simbolik lain yang jarang disadari oleh orang-orang. Salah satunya
adalah di dalam buku pelajaran sekolah seperti buku BSE (buku Sekolah elektronik) yang dapat
diunduh oleh siswa SD sampai SMA di seluruh indonesia. Di dalam buku tersebut
banyak sekali bahasa serta kalimat-kalimat yang mengindikasikan terjadinya kekerasan
simbolik. Karena menurutnya bahasa memiliki peran yang sentral dalam mekanisme
dan dominasi, terutama utuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari sebuah
tindakan yang dilatar belakangi karena adanya unsur kekuasaan.
Seperti misalnya
simbol sapaan “papa mama dan eyang” yang menyimbolkan kelas atas. “aku tamasya
ke pantai” aktivitas tamasya merupakan aktivitas kelas dominan. Kemudian ilustrasi perayaan ulang tahun yang juga jelas menggambarkan
aktivitas kelas atas. Menurut Martono, Buku tidak memuat gambaran secara berimbang antar kelas
atas dengan kelas bawah. Menurutnya dalam buku yang ia teliti, hanya 20% dari total halaman yang mengandung habitus kelas bawah dan siswanya
didominasi oleh gambaran kelas atas
Dengan adanya ketidak seimbangan itu, dikhawatirkan seorang siswa akan mempunyai gambaran ideal
bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan yang sesuai dengan kelas
atas. Akibatnya jika ia tidak mampu untuk berperilaku sesuai pandangan “ideal
palsunya” maka ia akan tertekan dan merasa tidak percaya diri dengan kehidupan
sosialnya
0 Response to "Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu) - Nanang Martono"
Post a Comment